Bengkulu,-Kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama dialami bayi dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Kondisi gangguan pertumbuhan itu disebut stunting. Pada umumnya terjadi pada balita, khususnya usia 1-3 tahun. Stunting atau kondisi tubuh kerdil tersebut dapat dicegah melalui pendekatan sensitif dan spesifik.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diamanatkan sebagai ketua pelaksana penanganan stunting. Mengambil peran pencegahan secara sensitif secara konvergensi multi pihak. Peran tersebut diaktualkan melalui sosialisasi yang melibatkan unsur pentahelix yang merupakan salah satu upaya pencegahan stunting dari sektor hulu.
Awal tahun ini BKKBN Provinsi Bengkulu mengimplementasikan Perpres tersebut melalui aksi konvergensi pencegahan stunting bersama mitra kerja baik ditingkat pusat hingga daerah. Selain melibatkan Pemerintah Pusat, DPR RI, di tingkat daerah pun secara bersama-sama dengan pemerintah daerah hingga desa berupaya menekan kasus tubuh kerdil di Bumi Rafflesia.
Hal itu disampaikan Sekretaris Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu Nesianto disela Sosialisasi Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Percepatan Penurunan Stunting di Desa Padang Pelasan, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu pada pekan ketiga Januari 2024.
Pada sosialisasi yang berlangsung di salah satu kampung Keluarga Berkualitas (KB) di Kecamatan Air Periukan itu, tidak hanya melibatkan Komisi IX DPR RI, terdapat unsur pemerintah daerah kabupaten dan bahkan pemerintah desa ikut hadir dalam program edukasi stunting kepada 350 keluarga berisiko," kata Nesianto di Padang Pelasan, Rabu,24/1.
Pada kegiatan tersebut, Nesianto mengajak warga setempat untuk ikut ambil peran dalam pencegahan potensi lahirnya generasi tubuh kerdil itu. Melalui pengawalan terhadap kelompok remaja perempuan untuk memeriksakan kesehatannya agar tidak mengalami anemia atau kekurangan darah.
"Remaja anemia agar dapat secara rutin mengonsumsi tablet tambah darah. Karena 3 dari 5 remaja putri mengalami anemia. Jika mengalami anemia, remaja berpotensi melahirkan generasi stunting. Tablet tambah darah (TTD ) diberikan secara berkala untuk mencegah anemia dan meningkatkan cadangan zat besi dalam tubuh," kata Nesianto.
Selain itu, dalam rangka menurunkan potensi lahirnya bayi kurang gizi kronis atau generasi stunting, BKKBN terus mengembangkan program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) pertama bagi perempuan. Program tersebut dikembangkan melalui kelompok Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa.
"PKK desa secara rutin mendata keluarga berisiko khusunya anak baduta yang berpotensi diberikan makanan tambahan bergizi. Makan yang mengandung protein hewani dan nabati"," kata Kepala Desa Padang Pelasan Sarahan Putra kepada pewarta, Rabu, 24/1.
Masih beberapa inovasi pemerintah desa dalam mencegah stunting, seperti Desa Suka Sari Kecamatan Air Periukan, tengah mengembangkan produk sosis ikan lele yang dikembangkan oleh BUMDes. Kecamatan Air Periukan, terdapat 16 desa/kelurahan, dengan 15 BUMDesnya dapat mencegah risiko stunting di lingkup kecamatan yang populasi penduduknya mencapai 20.989 jiwa yang tersebar disejumlah desa tersebut. (irs)
Penulis : Idris Chalik
Editor : Rofadhila Azda,S.Ikom.,M.A
Rilis : 24 Januari 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar