Bengkulu,-Beberapa strategi dapat digunakan dalam menekan prevalensi stunting alias gagal tumbuh dan kembang anak yang disebabkan kekurangan gizi dalam waktu berkepanjangan.
Strategi tersebut antara lain berupa pencegahan anemia bagi remaja putri melalui konsumsi tablet tambah darah dan peningkatan pola asuh bagi anak menjadi bagian penting dalam pencegahan stunting dari hulu.
Mencegah anemia pada remaja putri disampaikan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera Pemberdayaan Keluarga (KS-PK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti ketika membuka workshop edukasi pencegahan anemia bagi fasilitator sebaya tingkat kabupaten dan kota di Bengkulu.
Selain workshop pencegahan anemia, Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu juga menggandeng mitra kerja diantaranya TP-PKK, PD-IBI dan OPD-KB untuk menggelar koordinasi lintas sektor menurunkan stunting di Bumi Rafflesia bertempat di ruang belajar Balai Pelatihan dan Pengembangan (Balatbang), Kamis, 15/2.
Dikatakan Nopian, pencegahan anemia diawali dengan peningkatkan status gizi dan kesehatan remaja dalam upaya percepatan penurunan stunting, ujarnya saat menyampaikan sambutan pada workshop edukasi gizi dan pencegahan anemia bagi fasilitator sebaya tingkat kabupaten dan kota di daerah itu.
“Memerangi anemia pada kelompok remaja perlu menindaklanjuti kerjasama dinas kesehatan dalam program pemberian tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri khususnya pelajar tingkat SMP dan SMA. Pencegahan stunting dari hulu melalui remaja merupakan langkah yang amat strategis, penanganan kasus tubuh kerdil tidak dapat dilakukan sepihak, namun memerlukan strategi-strategi terpadu secara konvergensi" tambah Nopian usai pengukuhan pengurus Forum GenRe Provinsi Bengkulu Masa Bakti 2023-2024.
Dengan aksi konvergensi maka pemerintah Provinsi Bengkulu dapat mengejar sasaran penurunan stunting pada 2024 sebesar 12,55 persen dan mendukung program sebesar 14 persen. Lebih lanjut Nopian menyebutkan bahwa dalam mengatasi persoalan tubuh kerdil tersebut, selain pencegahan anemia, orangtua juga perlu memperhatikan pola asuh dengan memperhatikan tumbuh kembang anak.
"Pemantauan tumbuh kembang anak dilakukan dalam upaya menghalangi potensi lahirnya generasi stunting baru. Dengan kondisi gizi dan kesehatan yang baik bagi remaja dapat mewujudkan generasi yang sehat bebas dari stunting alias tubuh kerdil akibat kekurangan gizi kronis".
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu M.Iqbal Apriansyah menyampaikan bahwa BKKBN dalam upaya akselerasi kualitas sumber daya manusia (SDM) yang diimplementasikan melalui workshop edukasi pencegahan anemia bagi remaja yang digelar selama tiga hari dengan melibatkan 30 orang remaja sebagai konselor sebaya dan koordinasi lintas sektor dalam penurunan stunting melalui sistem pemantauan tumbuh kembang anak dengan memperkuat kelompok kegiatan bina keluarga balita (BKB).
Dikatakan Iqbal, sistem pemantauan tumbuh kembang anak menjadi salah satu fokus kegiatan koordinasi yang bertujuan memantau perkembangan anak secara berkala sehingga diperoleh informasi yang akurat tentang status gizi dan perkembangannya.
Terbilang tingginya angka prevalensi stunting di Bengkulu yang masih sebesar 19,8 persen (SSGI-2022) dipengaruhi oleh faktor orangtua, terutama ibu, seperti status gizi (dilihat dari indeks massa tubuh, lingkar lengan atas, dan anemia) dan usia saat hamil, hal inilah menjadi dasar workshop tersebut, ujarnya.
Dan hasil sebuah riset oleh Kemenkes pada 2018 lalu menunjukkan terdapat 11,7 persen remaja usia 13 – 18 tahun yang kondisinya sangat pendek dan 40,9 persen yang pendek dan 16,8 persen yang sangat kurus dan kurus serta 29,5 persen yang gemuk dan obesitas.
Sumber data yang sama juga menunjukkan terdapat 32 persen remaja usia 15 – 24 tahun yang mengalami anemia. Hasil SDKI 2017 juga menunjukan masih terdapat 24,2 persen (pria belum kawin) dan 1 persen (wanita belum kawin) menyatakan tidak tahu anemia, serta masih terdapat 36,2 persen (pria belum kawin) dan 20,8 persen (wanita belum kawin) menyatakan tidak tahu penyebab anemia.
"Salah satu upaya untuk mencegah stunting dengan meningkatkan status gizi remaja sebagai calon pasangan. Remaja perlu mendapatkan penguatan kapasitas dan perilaku agar memiliki pemahaman, kesadaran, dan perilaku yang positif sehingga memiliki status gizi dan kesehatan yang ideal. Sehingga pada saatnya menikah dan hamil tidak memiliki faktor risiko melahirkan bayi stunting".
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat terjadi pada semua kelompok umur. Remaja putri rentan menderita anemia dikarenakan siklus menstruasi setiap bulan. Dan dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh serta produktivitas.
Disebut Iqbal bahwa anemia pada remaja putri dapat berisiko pada saat hamil dan akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan serta berpotensi menimbulkan komplikasi kehamilan dan persalinan serta mengakibatkan bayi lahir stunting.(irs)
Penulis : Idris Chalik
Editor : Rofadhila Azda, S.Ikom., M.A
Rilis : 15 Februari 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar